A. SPELEOLOGI
Speleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gua. Diambil dari
kata-kata yunani “spelation” = gua dan “logos” = ilmu. Namun gua tidak bisa
berdiri sendiri, tetapi terdapat struktur alam yang melingkupi. Jadi speleologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gua beserta lingkungannya.
Di indonesia ilmu ini berkembang tahun 1980-an. Sedangkan di inggris dan jerman
sudah dipelajari secar intensif mulai pertengahan abad 19. Sebelum membicarakan
speleologi lebih lanjut, harus kita ketahui defisi dari “gua“ itu sendiri,
- Menurut ius (internasional union of speology) yang berkedudukan di wina, austria. Gua adalah setiap ruangan di bawah tanah, yang dapat dimasuki orang
- Menurut dr r. K. T. Ko (ketua hikespi,1985). Gua adalah suatu lintasan sungai di bawah tanah yang masih mengalirnya (khususnya daerah batu gamping)
- Gua memiliki cirri khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya, yaitu pada saat udara di luar panas, maka udara di dalam gua akan terasa sejuk, begitu sebaliknya.
Sifat tersebut menyebabkan gua dipergunakan tempat berlindung.
Jenis gua di indonesia kebanyakan batuan gamping/karts.
Lahirnya ilmu speleologisecara resmi ilmu speleologi lahir pada abad 19 an
berkat ketekunan edward alferd martel, sewaktu kecil ia memasuki gua hahn
di belgia dengan ayahnya seorang ahli paleontologi, kemudian mengunjungi gua
pyrenee di swiss dan italia.
pada tahun 1888 ia memulai memperkenalkan penelusuran gua menggunakan alat,
pada musim panas ia dan teman-temannya mengunjungi dengan membawa gerobak yang
isinya peralatan untuk penelusuran gua (martel, alat pengukur, kompas, alat p3k
dan makanan) karena kegigihan dia dalam meneliti gua maka edward ini disebut
barak speleologi.
lahirnya speleologi di indonesia, berkembang pada tahun 1980 dan olah raga alam
ini masih tergolong baru dibandingkan rafting, mountenering dan panjant tebing.
Pada tahun ini terdapat club yang berkecimpung masalah keguaan yaitu specavina
yang didirikan oleh norman edwin dan dr r.k.t ko ketua hikepsi sekarang. Namun
dengan perbedaan pendapat maka terpecahlah ada yang masih mendirikan hekespi
dengan ketuanya dr. R.k.t ko dan norman e mendirikan club yang berpusat di
jakarta yaitu garba bumi. Kemudian tahun tersebut muncul club-club penyusur gua
diantaranya :
- Bsc : bogor speleological club
- Dsc : denpasar speleological club
- Scala : speleo club malang
- Sss : salamander speleo surabaya
- Jsc : jakarta speleo club
- Asc : acintyacunyata speleoligical club
Dari beberapa club di atas yang masih ksis yaitu asc yang lain
sudah tinggal nama.
B. Sejarah Penyusuran Gua
Penyusuran
gua pertama kali dilakukan oleh John Beaumont, seorang ahli bedah dari
Somerset, England pada tahun 1674. namun penyusuran tersebut tidak dilandasi
oleh tujuan yang jelas, sehingga pelaksanaannya kurang matang.
Sedangkan orang yang berjasa dalam mendeskripsikan gua-gua dengan tujuan ilmiah
adalah Baron Johan Valsavor (Slovenia) sekitar tahun 1670 – 1680. Ia
berhasil memasuki 70 gua, membuat peta, sketsa dan menyusun buku setebal 2800 halaman.
Sedangkan penelusuran gua di Indonesia sendiri, mulai muncul pada tahun 1980
dengan berdirinya “Specavina” oleh Norman Edwin dan Dr. R.K.T. Ko, yang
selanjutnya bercabang menjadi “Gerba Bumi”, yaitu sekelompok penelusur gua yang
berkiblat ke petualangan dan olah raga, serta “Hikespi” yaitu kelompok
penelusur gua yang berakibat pada penelitian ilmiah dan konservasi.
Gua adalah bentukan lorong, sumuran, ruangan yang ada didalam tanah. Menurup
IUS (International Unio of Speleology) berkedudukan di Wina, Australia, gua
adalah sebuah ruang di bawah tanah yang bisa dimasuki oleh manusia.
Ilmu yang mempelajari tentang gua dan lingkungannya disebut speleology.
Berasal dari bahasa Yunani yaitu spelalion = gua, dan logos =
ilmu, lingkungan sekitar gua dapat berupa aliran lava yang membeku, batu pasir
(sandstone), batu gamping (karts), gletser dan sebagainya.
Ada juga istilah spelunca (bahasa latin dari gua). Di
Indonesia istilah yang paling sering dipakai adalah penelusuran gua (caving)
tanpa merujuk tujuannya masuk gua.
C. Pengetahuan Tentang Gua
Menurut
proses terbentuknya, gua dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Gua Lava, yaitu gua yang terbentuk akibat
aktifitas vulkanik dari gunung berapi. Ketika terjadi letusan, lava yang
dimuntahkan mengalir kebawah membentuk alur-alur memanjang. Ketika bagian
atas/permukaan lava sudah membeku, laca yang dibawah permukaan masih mengalir
terus sehingga menimbulkan rongga atau lorong.
2. Gua Littoral, yaitu gua yang terbentuk didaerah
tebing pantai, akibat pengikisan yang dilakukan oleh angin dan gelombang laut.
3. Gua Kapur atau Limenstone,
yaitu gua yang terjadi didalam daerah batuan kapur/limenstone, akibat dari
pengikisan air terhadap batuan kapur di dalam tanah. Gua kapur inilah yang
menjadi obyek penelusuran dan ekspoitasi bagi pecinta alam atau penelitian yang
tidak habis-habisnya oleh para ilmuwan. Hal ini disebabkan karena banyak daerah
atau kawasan hunian yang berstruktur batuan kapur, sehingga gua-gua yang ada
disekitarnya, bagaimana pun juga mempunyai pengaruh positif maupun negatif bagi
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Proses
Terjadinya Gua Kapur
Batuan
kapur terbentuk dari kalsium karbonat yang tidak mudah larut oleh air. Tetapi
air hujan yang mengandung karbondioksida (hasil penyerapan udara dan tanah)
dapat melarutkannya. Batuan kapur mempunyai karateristik yang khas yaitu banyak
retakan-retakan horizontal maupun vertikal. Dan ketika air hujan masuk ke celah
tersebut terjadi pelarutan sehingga celah/retakan tersebut makin lama makin
membesar.
Semua aktifitas diatas terjadi di lapisan bawah tanah dari batuan kapur,
disebut zona seturasi, yaitu zona yang berada di bawah muka
air bebas (water table), seturasi berarti daerah itu jenuh dengan air.
Sedangkan water table adalah batas permukaan dari zona
seturasi.
Aktifitas pelarutan semakin lama semakin membesar, sehingga timbul lorong
vertikal atau horizontal bahkan ruangan yang semuanya terisi air, dan pada
beberapa tempat mereka saling bertemu sehingga membentuk suatu jaringan. Pada
suatu waktu, water table turun akibat adanya pergerakan bumi, sehingga
lorong-lorong tersebut menjadi gua-gua yang kering (dry caves), dimana
air masih ada/mengalir. Pada beberapa tempat menjadi kolam ataupun sungai di
bawah tanah.
Setelah tahapan di atas, gerakan bumi yang terjadi serta erosi yang dilakukan
air bawah tanah dan proses air hujan melalui retakan di sepanjang dinding gua,
merubah bentuk dan struktur gua. Kemudia beberapa bentuk khas dari gua
mulai terjadi, antara lain :
- Stalaktit, yaitu ornamen gua yang membetuk ujung tombak memanjang dan meruncing ke bawah, menempel pada atap gua. Ini terjadi karena air yang mengandung larut yang tinggi menetes melalui titik kecil pada atap gua. Sebelum air menetes jatuh, mengalami penguapan sehingga larutan kapur yang terkandung di dalamnya menempel pada atap gua dan proses ini berjalan terus-menerus hingga akhirnya menjadi bentukan yang menyerupai pipa kecil dengan lubang straw. Pada tahap tertentu terjadi penyumbatan pada lubang-lubang sehingga air tidak lagi mengalir melalui ujung pipa tersebut, tetapi kembali merembes melalui pangkal pipa dan melewati bagian luar pipa menuju ujung pipa kembali dan menetes ke bawah. Akhirnya, bagian luar dari daerah pangkal pipa paling banyak mendapat tumpukkan atu tempelan larutan kapur, sehingga timbul bentukkan yang menyerupai kerucuk terbalik (stalaktit).
- Stalakmit, terbentuk dari proses terjadinya stalaktit. Ketika air menetes jatuh ke lantai gua, terjadi penguapan air, maka timbul penumpukkan larutan kapur yang membetuk kerucut memanjang dan meruncing ke atas.Stalaktit dan stalakmit yang ujung-ujungnya menyatu, menyerupai pilar/tiang disebut Column.
- Drapery/korden, proses terjadinya hampir sama dengan stalaktit, hanya saja perembesannya terjadi pada sebuah celah (crack) yang memanjang pada atap gua, sehingga bentukan yang tumpul menyerupai tirai-tirai seperti korden jendela yang menggantung pada atap menuju ke bawah dengan lekukan-lekukannya.
- Flowstone, terjadi karena penumpukkan larutan kapur pada celah memanjang yang horizontal pada dinding gua, sehingga membentuk satu gundukan berbentuk separuh bola yang permukaannya/lapisan luarnya seperti air mengalir.
- Gourdam (dam), bentuknya seperti kolam kecil yang saling menyambung dan menumbuk sehingga membentuk jaringan persis daerah persawahan. Terjadi karena permukaan dari lantai gua tidak rata, sehingga pada suatu tempat kapur yang terlarut air mengalir ke dasar gua terhambat dan membentuk dinding sesuai dengan alur lantai yang menahannya dan terjadi secara berulang-ulang.
- Helektite, yaitu bentuk stalaktit yang aneh karena bisa bercabang sejajar dengan atau gua, bahkan pertumbuhannya kadang tidak ke bawah tetapi ke atas menuju atap seperti melawan daya tarik bumi (gravitasi).
Ada beberapa teori yang muncul tentang terbentuknya helektite, sebagai berikut :
i.
Pada
tekanan udara tertentu pertumbuhan menjadi horizontal arahnya.
ii.
Angin
membuat pertumbuhan tidak vertikal ke bawah.
iii.
Ada
beberapa molekul tertentu maupun bakteri yang mempengaruhi pertumbuhan.
D. Habitat Gua
Semua
makhluk yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya di dalam gua
disebut troglodyte. Habitat troglodyte berdasarkan kondisi
lingkungan yang mendukung kehidupan komunitasnya dapat dibagi menjadi empat
zon, yaitu :
i.
Zona
terang, daerah
yang merupakan mulut gua, cahaya masih sama seperti di luar gua.
ii.
Zona
senja, merupakan
daerah di dalam gua dimana tumbuhan hijau masih bisa tumbuh. Cahaya pada daerah
ini pada senja hari.
iii.
Zona
gelap dengan suhu berubah,
merupakan daerah gelap total yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban yang
masih bisa berubah setiap saat sesuai dengan perubahan keadaan cuaca luar.
iv.
Zona
gelap dengan suhu tetap,
merupakan daerah yang terjauh dari mulut gua dengan suhu dan kelembaban yang
selalu tetap.
Binatang
dalam gua dapat dibagi menjadi tiga macam kelompok, yaitu :
i.
Troglopile, yaitu binatang yang menyukai
kegelapan, tetapi masih mencari makan di gua tersebut. Contohnya ; kelelawar
dan burung walet. Sekalipun tempat tinggal mereka sudah termasuk dalam zona
gelap total, tetapi fluktuasi suhu dan kelembaban masih konstan. Jadi
troghopile memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung.
ii.
Trogloxine, yaitu binatang yang hanya secara
kebetulan ada didalam gua, karena sebenarnya binatang itu asing bagi kehidupan
gua tersebut. Contohnya ; musang, ular, dan sebagainya. Binatang ini biasanya
terdapat pada mulut gua sampai zona senja.
i.
Troglobion, yaitu binatang yang seluruh
siklus kehidupannya sudah dilakukan di dalam gua, sehingga memiliki sifat yang
berbeda dengan binatang sejenisnya di permukaan tanah. Contohnya ; seekor
ikan yang sudah sekian lama hidup dan berkembang biak dalam gua pada zona
tertentu mengalami perubahan fisik menjadi tidak berpigmen, penglihatan tidan
berfungsi dan alat peraba menjadi lebih telanjang. Hal demikian dapat terjadi
setelah melalui waktu yang lama dan habitanya sudah benar-benar terisolasi dari
pengaruh luar.
E. Menagement Penelusuran
Management
penelusuran terbagi dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :
1. Sebelum
penelusuran :
A. Non teknis
I.
Pengumpulan
data dan informasi mengenai gua.
II.
Perajinan
dan surat jalan yang dibutuhkan.
B. Teknis
I.
Perlengkapan/logistik
yang dibutuhkan
II.
Jumlah
personil yang memadai (minimal 3 orang)
III.
Meninggalkan
pesan kepada orang lain tentang pelaksanaan kegiatan
2. Selama
penelusuran
Ada
pembagian tugas dan wewenang dalam team selama kegiatan berlangsung sehingga
terkoordinir dengan baik.
3. Setelah
Penelusuran
I.
Cheeking
peralatan
II.
Perawatan
peralatan
III.
Evaluasi
kegiatan
IV.
Pembuatan
laporan kegiatan
V.
Perlengkapan
Penelusuran Gua
Perlengkapan/peralatan
penelusuran gua dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
A.Perlengkapan
pribadi (personal equipment), berupa :
- Pakaian, terbuat dari bahan yang tembus air tetapi mudah menguap bila basah, untuk menjaga suhu tubuh agar tidak terlalu berbeda dengan suhu lingkungan. Pakaian yang ideal digunakan adalah coverall/wervak.
- sepatu, biasanya digunakan sepatu boot, karena medan yang dihadapi biasanya berlumpur.
- Helm boom, untuk menjaga/melindungi kepala dari runtuhan atau antukkan batu.
- Survival kit, berbeda dengan survival kit di gunung hutan karena yang dikhususkan pada perlengkapan ini adalah bagaimana menghadapi keterbatasan di gua. Biasanya diutamakan adalah cahaya, logistik serta obat-obatan, baru menyusul lainnya.
- Single Rop Technique (SRT), merupakan teknik untuk melintasi lintasan vertikal yang berupa satu lintasan tali. Tekni ini mengutamakan keselamatan dan kenyamanan saat penelusuran gua vertikal. Dalam pelaksanaannya digunakan alat berupa SRT set yang terdiri dari :
1.
Seat
harness, digunakan
untuk mengikat tubuh yang dipasang pada pinggang dan paha.
2.
Ascender, digunakan untuk naik atau
memanjat lintasa. Ascender dibedakan menjadi hand ascender digunakan
untuk dipegang di tangan dan chest ascenderdigunakan untuk
diikatkan di dada.
3.
Descender, digunakan untuk menuruni
lintasan. Ada beberapa macam descender, tetapi umumnya yang sering digunakan
adalah capstand. Ada dua jenis capstand, yaitu simple stop
descender (bobbin/non auto stop) dan auto stop descender.
4.
Mailon
Rapid (MR), ada dua
macam, yaitu Delta MR (besar), digunakan menyambung (dua loop) sent
harness, ada dua bentuk yaitu Delta dan Semi Cireular. Dan Oval MR
(kecil), digunakan untuk menyambung chest ascender dengan Delta MR
atau Semi Circular MR.
5.
Chest
harness, digunakan
untuk mengikatkan seat harnes dengan dada, biasanya menggunakan weebing.
6.
Cowstail, dibuat dengan tali dinamik dan
simpul dengan salah satu cabangnya lebih pendek. Cabang yang pendek digunakan
sebagai pengaman saat akan mulai/selesai melintasi tali atau berpindah
lintasan. Cabang yang panjang digunakan untuk menghubungakan hand ascender
dengan tubuh. Pada kedua ujung cowstail dipasang carabiner no screw.
7.
Foot
loop, digunakan
untuk pihakan kaki dan dihubungkan dengan ascender. Ada beberapa bentuk foot
loop yang biasa digunakan, yaitu single foot loop, double foot loop dan stirup.
B.Perlengkapan
Tim (team equipment), berupa :
1. Tali, digunakan sebagai lintasan
yang akan dilalui, biasanya menggunakan karmantel rop jenis static rop yang
mempinyai kelenturan 8 – 12 %.
2. Carabiner COS/CNS, digunakan sebagai pengait atau
penghubung.
3. Webbing (sling), digunakan sebagai penghambat
terhadap anchor.
4. Pengaman sisip, digunakan sebagai anchor bila
tidak menemukan tambatan alam (natural anchor), dapat berupa chock, hexentric,
friend.
5. Piton atau paku tebing, fungsinya sama dengan pengaman
sisip yaitu sebagai anchor.
6. Driver atau hand drill, seabgai bor batuan.
7. hammer, fungsinya sebagai palu.
8. Spit, pengaman yang ditanam ke batuan
dan dapat dilepas kembali.
9. Hanger, dihubungkan dengan spit yang
telah tertanam. Jenisnya adalah plate, ring, twist, cloen, asimetric.
10. Tas, biasanya digunakan tackle
bag yang terbuat dari bahan yang kuat dan berbentuk simpel.
11. Ladder atau tangga tali, digunakan sebagai lintasan
manakala lintasan yang ada tidak terlalu dalam.
G. Teknik Penelusuran Gua
1. Gua
Horizontal
Medan pada
gua horizontal sangat bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang mudah
ditelusuri sampai lorong yang membutuhkan teknik khusus untuk melewatiya.
2. Lumpur
Untuk
lorong yang berlumpur dapat dilewati dengan berjalan biasa bila lumpurnya tidak
terlalu tebal. Bila lumpurnya tebal, misal sedalam lutut atau lebih, dapat
dilalui dengan posisi seperti berenang. Dengan posisi ini akan lebih mudah
bergerak dan menghemat tenaga.
3. Air
Dilorong
yang berair, terutama gua yang belum pernah dimasuki dibutuhkan fasilitas
pendukung untuk bisa melewatinya karena kedalaman air tidak diketahui, demikian
juga kondisi di bawah permukaan air. Untuk keselamatan sebaiknya semua anggota
team dibelay atau juga dengan moving together dimana
semua anggota team terhubung dengan tali. Pada kondisi tertentu, bila
dibutuhkan dan dimungkinkan dapat memakai pelampung atau perahu karet.
Untuk lorong yang sempit dan hampir semua terpenuh air dapat dilewati dengan
teknikducking, yaitu kepala menengadah dan kaki sebagai peraba medan di
depan. Ini dilakukan agar bila ada perubahan medan secara drastis, si penelusur
masih dapat mundur.
Pada lorong yang selurunya terisi air (sump), untuk melaluinya harus
dengan menyelam (diving). Penyelamatan di gua (cave diving) sangat berbahaya
dan memiliki ratio kematian 60 %. Dengan ratio sebesar ini sebaiknya tidak
meneruskan penelusuran bila peralatan tidak standar.
Pembagian team untuk melewati medan air juga harus disesuaikan, misalnya leader
tidak boleh membawa beban berat karena harus membuat lintasan dan mempelajari
kondisi medan.
4. Climbing
Teknik
climbing juga sering digunakan dalam penelusuran gua. Misalnya bila kita
menemui water fall, waktu lintasa (rigging), melewati calcite floor atau
oolith floor.
2. Gua
Vertikal
Single Rope
Technique (SRT) adalah teknik untuk melewati lintasan vertikal, yang berupa
atau satu lintasan tali. Tekni ini digunakan untuk menelusuri gua-gua vertikal.
Ada beberapa jenis teknik SRT seperti Texas System, Rope Walker System,
Mitchele System, Floating Cam System, Jumar System, Fro Rig dan lain-lain.
Namun di Indonesia khususnya di Yogyakarta memakai sistem frog rig, adapun
peralatan yang digunakan dalam sistem ini, yaitu seat harness, ascender (hand
ascender dan chest ascender), descender, mailon rapid (MR), chest harness,
cowstail, foot loop dan kermantle rope.
Pengorganisasian SRT set pada sistem ini yaitu seat harness dihubungkan dengan
MR delta atau semu circular, didalam MR dirangkaikan peralatan lainnya, palang
kiri cowstail yang dihubungkan dengan jummar (hand ascender) dan foot loop pada
cabang yang panjang, oval MR dihubungkan dengan chest ascender terus
descender, dan paling kanan carabiner bebas sebagai pengatur laju tali yang
melalui descender.
Karena lorong vertikal tidak merata dan berbeda-beda, maka untuk keselamatan
dan kemudahan saat melewati lintasan, maka ada beberapa variasi lintasan
sebagai konsekuensinya, yaitu :
- Lintasan lurus, yaitu lintasan yang mulus ke bawah tanpa ada gesekan lintasa dengan dinding gua.
- Lintasan intermediate, bertujuan untuk menghilangkan gesekan tali dengan dinding gua, dengan membuat anchor pada titik gesekan.
- Lintasan deviasi, berguna untuk menghilangkan friksi tali dengan dinding gua, dibuat dengan cara menarik tali kearah luar gesekan.
- Lintasan sambungan, dipakai pada lintasan dimana satu buah tali terpaksa disambung untuk mencapai dasar picth.
H. Bahaya Penelusuran Gua
Kegiatan
penelusuran gua adalah aktifitas yang mengandung resiko tinggi (right
risk activity). Hal itu disebabkan karena gua mempunyai medan yang
berbeda dengan yang kita hadapi sehari-hari. Bahaya penelusuran gua dapat
dibagi menjadi :
1.
Antroposentrisme,
yaitu bahaya terhadap manusia (penelusur gua). Dapat disebabkan oleh faktor :
- Faktor manusia, bahaya ini dapat berupa tergelincir, terjatuh, terantuk, kejatuhan, tersesat, tenggelam, kedinginan, dehidrasi, gigitan binatang berbisa, dan lain-lain.
- Perlatan yang digunakan, setiap penelusur gua harus terampil dalam penguasaan dan penggunaan alat. Pemakaian peralatan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan setiap penelusur gua. Karena pemakaian peralatan dengan cara yang salah selain merusak alat tersebut, juga bisa berakibat fatal. Ini sangat berbahaya mengingat penelusur gua sangat tergantung pada alat. Pemasangan pengamanan atau beban yang berlebihan juga harus diperhatikan oleh penelusur gua.
- Faktor gua, dapat menimbulkan bahaya karena kemungkinan yang tak terduga seperti runtuhan atap/dinding karena gempa, juga karena adanya gas beracun dalam gua tersebut.
- Speleosentrisme, yaitu bahaya terhadap gua yang disebabkan oleh manusia (penelusur gua). Diakui atau tidak, kegiatan penelusuran gua bagaimana pun juga akan memberikan kerusakan terhadap gua itu sendiri, kerusakannya dapat berupa rusaknya ornamen-ornamen yang ada dalam gua, terganggunya biota dalam gua dan lain sebagainya. Tinggal bagaimana komitmen dari para penelusur gua untuk dapat meminimal terjadi kerusakannya tersebut.
Kecelakaan
lain yang sering terjadi adalah keracunan atau kekurangan oksigen (hipoksia).
Tanda-tanda kadar oksigen :
a.
20 %
: udara normal
b.
16 %
: lilin tidak
menyala
c.
15 %
: pada raut muka
terdapat gejala hipoksia
d.
12 %
: hipoksia serius
e.
8 – 10 %
: lampu karbit
tidak menyala
f.
7 – 8 %
: kesadaran menurun
drastic diikuti kematian
Kekurangan
oksigen biasanya terjadi dilorong-lorong sempit, ducking, juga sump. Pemakaian
obor dan lampu petromak tidak dianjurkan karena menambah kadar karbondioksida
(CO2). Gas CO sangat menghantui para cavers karena cepat mematikan,
disamping itu tidak berbau dan tidak berwarna.
- Gas CO dapat timbul akibat peledakan dinamit dan penyalaan api unggun pada gua, ketika bernafas dapat menghisap asap diluar gua. Beberapa macam gas didalam gua, diantaranya :
- Gas Nitro, menyebabkan bibir dan kulit kebiruan, nyeri pada kepala dan tekanan darah menurun drastis. Gas ini tidak berwarna hitam dan tidak berbau.
- Gas Sulfur, terdapat pada daerah gunung berapi (gua lava), berbau seperti telur busuk dan tidak berwarna. Dapat diatasi dengan masker industri atau bauan kopi.
- Udara gua yang penuh debu, membuat sesak nafas, sakit saat bernafas dan batuk kering. Dapat diatasi dengan masker, biasanya terdapat pada gua-gua yang kering atau gua-gua yang tidak aktif lagi pembentukkannya.
- Udara gua yang mudak meledak atau terbakar, gas metan, gua ini sangat berbahaya jika menggunakan lampu karbit atau korek api.
I. Kode Etik Penelusuran Gua
Setiap
penelusuran gua menyadari bahwa gua merupakan lingkungan yang sangat sensitif
dan mudah tercemar, karena itu penulusur gua harus :
a) Tidak mengambil sesuatu kecuali
potret (take nothing but pictuter)
b) Tidak meninggalkan sesuatu kecuali
jejak (leave nothing but footprint)
c) Tidak membunuh sesuatu kecuali
waktu (kill nothing but time)
Setiap
penelusur gua sadar bahwa setiap bentuk alam didalam gua, terjadi dalam waktu
ribuan tahun.
Setiap
usaha merusak gua, mengambil/memindahkan sesuatu dari dalam gua tanpa tujuan
yang jelas dan ilmiah selektif akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat
ditebus. Setiap menelusuri gua dan menelitinya diusahakan seefektif dan
seefesien mungkin.
Dalam hal
menelusuri gua para penelusur tidak memandang rendah keterampilan dan
kesanggupan sesama penelusur. Penelusur dianggap melanggar etika bila
memaksakan dirinya untuk melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas
kemampuannya.
J. BIOSPEOLOGI
Biospeologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan beserta kondisi lingkungan
hidup organisme di dalam gua. Aspek utama yang dipelajari dalam biospeologi
meliputi studi tentang organisme yang hidup di dalam gua, material organic
dalam sedimen yang menyediakan makanan dasar bagi organisme, variable
lingkungan (temperatur, kelembaban yang mempengaruhi distribusi, dan kelimpahan
organisme), serta hubungan antar organisme atau organisme dengan lingkungan
gua.
1. Karakteristik lingkungan
gua
Meski di
dalam gua kondisi lingkungan beragam, tetapi bila dibandingkan dengan
kondisi fisik lingkungan di luar gua akan mempunyai keragaman yang lebih kecil.
Beberapa parameter fisik yang berkaitan dengan kondisi fisik gua antar lain :
a.
Suhu di
dalam gua mendekati rata-rata suhu tahunan daerah di luar gua.
b.
Kelembaban
yang sangat tinggi mencapai lebih dari 90% dan jarang dibawah 80 %
c.
Secara
kimiawi air gua dicirikan dengan kadar alkali dan pH yang relatif tinggi.
d.
Pada aliran
sungai di gua, kosentrasi oksigen biasanya tinggi, tapi dalam kolom Rimstone
yang airnya berasal dari rembesan dan resapan, kandungan oksigennya bisa
rendah.
2. Zona
lingkungan gua
Moore dan
Sullivan, 1978 membagi lingkungan gua menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Zona terang ( Twilight Zone)
Merupakan
daerah yang dekat dengan mulut gua yang memungkinkan mendapat sinar matahari
secara langsung. Zona ini memiliki densitas organisme yang tinggi.
b. Zona peralihan ( Middle Zone)
Zona ini
dicirikan dengan adanya daerah gelap total, tetapi memiliki kelembaban dan
temperature yang berfluktuasi pada siang dan malam hari. Zona ini masih bisa
mendapatkan cahaya matahari walaupun tidak secara langsung, yaitu melalui
pantulan.
c. Zona gelap (Totally Dark Zone)
Merupakan
cirri gua yang memiliki kegelapan abadi, dimana secara alami tidak ada cahaya
matahari yang bisa masuk. Temperaturan dan kelembaban relative konstan
sepanjang tahun, kalaupun ada variasi mempunyai fluktuasi kecil.
Sejalan dengan perubahan zonasi diatas, tekanan atmosfer dan temperature dalam
gua akan semakin menurun. Adanya penurunan diatas mengakibatkan aliran udara
didalam gua sangat kecil.
3. Adaptasi
biota gua
Guna
menjaga kelangsungan hidupnya dan kelestarian generasinya, maka organisme gua
melakukan bentuk-bentuk adaptasi guna menghadapi kondisi lingkungan guayang
sangat ekstreem dan spesifik. Adapun bentuk adaptasi yang dilakukan oleh
biota-biota tersebut secara garis besar dibagi 4, yaitu :
a. Kompensasi sensori (Alat perasa)
Sensor
terhadap cahaya (penglihatan) mengalami kemunduran / reduksi dan digantikan
dengan sensor terhadap gerakan dan perabaan yang mengalami peningkatan menjadi
sangat peka. Peningkatan kepekaan alat perasa pada saatnya akan menghasilkan
pertambahan anggota tubuh yang berfungsi sebagai alat perasa.
b. Adaptasi terhadap kelembaban tinggi
Organisme
gua yang hidupnya di daerah tidak berair (terrestrial) harus
beradaptasi dengan udara yang jenuh dengan uap air. Ada batas maksimum
toleransi terhadap kelembababan hewan gua yang masuk Arthropoda
terrestrial yang hidup di permukaan tanah. Howarth (1983) menyatakan
bahwa hewan-hewan gua mampu melakukan mekanisme ekskretori (pengeluaran)
air yang efektif sehingga akan meningkatkanpermeabilitas
kutikuler dengan cara mereduksi kutikula.
c. Metabolisme Ekonomi
Karena
maknan sangat jarang di dalam gua, hewan gua akan menurunkan laju metabolisme
yang bertujuan menghemat energi yang memungkinkan hewan untuk bertahan terhadap
kelaparan. Selain itu, hewan akan mempunyai cadangan energi untuk keperluan
yang lebih penting seperti reproduksi.
d. Neoteni
Kondisi
keterbatasan tersedianya makanan menyebabkan hewan gua harus mengembangkan
strategi tertentu untuk mengatasinya. Strategi adaptasi tersebut adalah neoteni
(perlambatan pertumbuhan tubuh). Hal ini juga dimaksudkan untuk mengalihkan penggunaan
energi untuk reproduksi. Hewan akan menunjukkan morfologi masih muda (juvenile) seperti
ukuran badan dan kepala meskipun mereka telah dewasa, bentuk yang demikian
dinamakan Paedomorph.Berdasarkan tingkat adaptasi dan tingkat
siklus hidupnya, Moore & Sullivan (1978) membagi biota gua menjadi 3
kelompok :
1). Trogloxene
Kelompok biota ini tidak pernah melengkapi siklus hidupnya di dalam gua.
Biasanya mereka tinggal di mulut gua untuk mencari tempat istirahat dan
perlindungan sementara. Setelah keadaan membaik/sesuai, mereka meninggalkan
gua. Contoh hewan yang hidup di daerah ini ialah musang, ular, dan sebagainya.
2). Troglophile
Biota di dalam kelompok ini biasanya hidup di zona gelap, walaupun bisa hidup
di luar guaapabila lingkungannya tidak jauhberbeda. Adaptasi yang telah
dilakukan menyebabkan mereka dapat menyelesaikan siklus hidupnya di dalam gua.
Contoh hewan yang hidup di daerah ini ialah kekelawar dan burung wallet.
3). Troglobion / Trogobite
Kelompok biota ini adalah hewan yang hidup permanent di dalam gua dan hanya
ditemui di dalam gua. Seluruh siklus hidupnya diselesaikan di dalam gua.
Biasanya mereka mempunyaio pigmenyang telah mereduksi dan mata yang kecil
bahkan tidak ada sama sekali (Moore & Sullivan, 1978).
4. Jaring-jaring
dalam gua
Jaring-
jarring makanan merupakan perputaran kembali materi-materi organic diantara
populasi yang ada di dalam gua. Sebagai contoh jaring makanan yang terjadi di
dalam gua ialah : Jamur mendapat nutrisi dari proses peruraian dan dengan cara
menyerap substansi organik dari materi tersebut atau yang terdapat di dalam
kotoran hewan. Serangga pemakan jamur seperti Beetles, Springtail,
Mites memakan jamur benang dan bakteri. Hewan akuatik gua dapat
mencerna materi organic yang mengapungsecara langsung. Hewan-hewan ini pada
gilirannya akan disantap oleh pemangsa yang lebih besar seperti Salamender, Crayfish,
dan ikan-ikan. Dalam siklus makanan ikan-ikan ini akan mati dan terurai
sehiongga menghasilakn materi organic ke dalam lingkungan gua. Kotoran gua
merupakan sumber lain materi organic.
Perputaran makanan di dalam gua seringkali dikatakan sebagai Closed
Ecologic System( Ekosistem Tertutup). Dalam suatu system yang
benar-benar tertutup, setiap organisme pemakan organisme lain pada gilirannya
akan dimakan oleh organisme lainnya dalam system yang sama. Tetapi system ini
tidak bisa terpelihara tanpa adanya bantuan secara tidak langsung dari sinar
matahari.
Di dalam gua tidak ada produsen primer kecuali beberapa bakteri Autotrof
Khemosintetic yang menggunakan besi dan sulfur sebagai donor elektron.
Jadi secar umum komunitas gua hanya terdiri dari dekomposer dan predator.
Sumber makanan/energi untuk biota gua berasal dari luar ekosistem gua , yaitu
berupa :
- Faeces/kotoran (guano) dan sisa makanan dari kekelawar dan hewan trogloxenelain.
- Detritus/ sisa tumbuhan yang terbawa masuk pada gua yang mempunyai aliran sungai
Akar
tanaman yang masuk melalui rekahan dinding gua yang mempunyai aliran sungai
organik dan mikroorganisme.
Dalam
ekosistem gua dapat dibagi 2 komunitas yaitu komunitas langit(atas) dan
komunitas lantai (bawah). Komunitas langit terdiri dari kekelawar dan burung,
komunitas ini penting artinya bagi komunitas lantai karena merupakan sumber
makanan utama (guano). Komunitas lantai terdiri dari jamur, milipedes,
jangkrik gua, dan amblyphygi serta hewan-hewan akuatik. Pada
komunitas lantai terjadi rantai makanan yang sesungguhnya, dimana terjadi
proses makan dimakan dan predasi. Bangkai dari bita gua akan menjadi sumber
makanan baru daam jaring-jaring makanan gua (Whitten, 1996).
K. KARSTOLOGI
Karst
merupakan batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan oleh asam
karbonat dan beberapa jenis asam lainnya sebagai hasil pembusukan sisa tananman
di atas batu gamping. Batuan gamping yang mengalami proses karstifikasi akan
menunjukan morfologi yang unik baik dipermukaan tanah yang disebut fenomena
eksokartstik dan di bawah permukaan tanah yang disebut fenomena endokartstik
seperti timbulnya sistem aliran bawah tanah, gua-gua batu gamping dengan
dekorasinya. (speoleothom).
Fenomena kawasan karst di atas permukaan tanah antara lain :
- Doline
Adalah
cekungan tertutup (Closed Depression) yang memiliki ke dalaman 2-100 meter
dengan diameter 10-100 meter.
- Uvala
Cvijik
(1901) mendiskripsikan istilah slovenic / uvala ini untuk cekungan dan dasar
yang luas dan tidak rata sedangkan Lehmann (1970) mengartikan unyuk lembah
menjang, kadang-kadang berkelok-kelok dan biasanya dasar berbentuk cawan di
daerah karst.
Singking Creek
Ialah sungai
yang mengalir di daerah karts akn tetapi menghilang karena mengalir masuk ke
aliran bawah tanah.
- Sink
Ialah
tempat sungai permukaan itu lenyap, air menghilang secara defuse melalui
material alluvium
- Swallow Hole
Apabila
permukaan sungai hilang melalui lubang yang nyata terlihat.
- Poljes
- Depresi di daerah karst yang luas areanya berkelok-kelok dan dasarnya tertutup depositalluvium atau residu oleh pelapukan.
- Danau Karst
Letaknya
biasanya terdapat di cekungan, terbentuk karena adanya lapisan kedap air pada
dasar danau, akibat akumulasi dari Lumpur atau bahan residu pelapukan yang
kedap air.
- Natural Bridge
Suatu
fenomena yang menyerupai jembatan di daerah karst.
Aspek-aspek
Eksternal dan Internal
Aspek
eksternal yang paling penting dalam mempercepat proses karstifikasi yaitu
a.
Penyediaan
air permukaan yang besar
b.
Zona tanah
dengan humus dan material organikyang memproduksi CO2sehingga pH
dari air perlokasi menjadi lebih rendah.
c.
Suhu yang
tinggi.
Sedangkan
aspek-aspek yang mempercepat proses karatifikasi secara internal, ialah:
1). Batu gamping
berkristal dengan celahan dan pecahan batu halal.
2). Formasi batu
gamping tebal dengan arah infiltrasi luas.
2. Hidrologi
karst
Menurut
Hondl (1089) Hidrologi dari suatu batuan karbonat hanya dapat dipahami bila
kita melakukan observasi teliti dari sifat-sifat fisik dan distribusi dari
bantuan itu. Hidrologi karet sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1). Geologi,
termasuyk deomorfologi karat, sratigrafi litologi, poronitas/kesarngan,
pemeabilitas/kesarangan bantuan karbonat sistem patahan, dan geser
2). Iklim
3). Penutup
kawasan karst
a. Zone
hidrologi karat meliputi :
1).
Zona aerasi
Air perlokasi akan bergerak mengikuti gara berat
2).
Zone Fluktuasam
Menurut iklim zone ini sifatnya tradisional bila permukaan air turun, zone ini
masuk ke dalam zone aerasia.
3).
Zone Saturasi
Air karst bererak sepanjaang tahun
4). Zone Sirkulasi
Air tanah tidak dipengaruhi oleh dijumpai rongga-rongga atau gua-gua yang
terjadi karena proses apoleogenosis. Goa yang menempati lapisan endokarsttik
merupakan suatu system yang tak dapat dipisahkan dari ekosistem di atasnya.
L. SPELEOGENESIS
Batuan
kapur dan marmer (batu kapur yang dikristalisasi dengan panas dan tekanan) yang
terdiri dari material kalsit (Ca7 CO 3)
merupakan batuan pembentuk gua. Batuan-batuan tersebut terbentuk pada zaman
lautan purba jutaan tahun yang lalu oleh tumbuhan dan hewan laut yang
mengekstraksi kalsium karbonat (Ca CO3) dari air laut. Butir-butir
pasir yang mengandung fragment-fragment dari organisme tersebut, bersama-sama
dengan material hasil aktifitas mikroorganisme akan memadatkan karena tekanan
dan mengalami sementasi menjadi batuan padat. Akhirnya suatu kekuatan dasyat
mengangkat batuan sediment dari dasar laut ke daratan.
Umur suatu gua kecil hubungannya dengan umur dari batuan yang menutupinya.
Kebanyakan gua umurnya lebih muda dibandingkan umur batuannya. Pada umumnya
umur batuan yang ada di dunia ini sekitar ratusan juta tahun akan tetapi umur
gua sendiri sekitar 10 juta tahun.
Goa batuan kapur terbentuk karena proses pengasanman batuan kalsium karbonat.
Bahkan asam sangat cair yang terdapat di dalam air permukaan tanah yang
mebentuk goa jika diberi waktu cukup. Asam yang sangat berperan dalam proses
pelarutan batuan kapur secara alami untuk membentuk gua adalah asam karbonat (H2CO3)
yang dihasilkan dari penggabungan air dan CO3.Asam karbonat termasuk
asam lemah walaupun berada dalam kondisi / kosentrasi maksimum. Udara atmosfer
hanya 0,03% CO2, tetapi asam karbonat yang dihasilkan terlalu cair
sehingga tidak efektif dalam membentuk goa. Kebanyakan CO2 yang
berperan aktif dalam pembentukan asam yang melarutan batuan kapur berasal dalam
tanah, disana sebagai akibat pengurai humus dapat dihasilkan H2CO3 dalam
jumlah yang banyak dan kosentrasi tinggi. CO2 dan air (H2O)
bersama-sama mengubah batuan kapur dengan reaksi ganda sebagai berikut :
CO2 + H2O ————— H2CO3H2CO3 +
CaCO3 ———– Ca2+ + 2HCO3Karbon
dioksida bersama air membentuk asam karbonat yang kemudian melarutkan kalsit
dan menguraikan menjadi ion-ion terlarut. 1 m3 air yang
dibiarkan di udara terbuka yang mengandung 10 % CO2 dapat
melarutkan ±250 gram kalsit.
M. SPELEOTHEMBentukan atau bangunan yang terbentuk dalam goa karena
deposisi mineral-mineral sekunder (stalaktit, stalakmit, dll) yang disebut
speleothem. Di zona tanah, sisa-sisa tanaman dengan cepat diuraikan . CO2 yang
ada di udara tanah jauh lebih banyak sekitar 10-30 % dari pada yang ada di
atmosfer, CO2 bersama dengan air tanah akan membentuk asam
karbonik yang kemudian akan melarutkan sebagian dari batu kapur, selanjutnya
merembes ke bawah menuju gua. Ketika air yang merembes di udara gua yang pada umumnya
mempunyai tekanan parsial CO2 terlarut jauh lebih rendah dari
dari udara tanah, menyebabkan perubahan kimia sebagai berikut :
Ca2 + 2HCO3 ————————— CO2 +
CaCO3 + H2O
Larutan kalsium
Bikarbonat
Proses di atas merupakan kebalikan dari proses pembentukan gua dari pelarutan
batuan gamping.
Kehilangan CO2 tersebut di atas itulah , bukan penguapan air
merupakan sebab utama terbentuknya kalsit speleothem. Stalaktit dan speleothem
lainnya hampir merupakan kalsit murni (CaCO3) walaupun dari dalam
air yang kemudian mengikat CO2 menjadi kalsium karbonattersebut
juga terlarut material-material lainnya.
Pertumbuhan Stalaktit dan Speleothem lainnya
Stalaktit dan deposit lainnya yang semacam
Bentukan-bentukan yang berasal yang berasal dari pengendapan di dalam gua, di
tentukan oleh bentuk dari tetesan air dan gaya gravitasi yang bekerja padanya
sebelum jatuh. Ada beberapa bentukan yang terjadi :
- Tubular Stalaktit
Deposit
kalsit yang terjadi berbentuk seperti cincin kecil, cincin demi cincin
terbentuk menyerupai silinder berongga yang berdiameter sama dengan tetesan air
yang menetes darinya. Air terus mengalir dari ujung stalaktit sehingga
stalaktit bertambah panjang.
- Drapery
Bentuk
kalsit tipis yang jernih seperti lembaran menggantung dari atap gua. Biasanya 3
meter atau lebih.
- Stalagmit
Adalah
kebalikan dari stalagtit, tumbuh dari lantai goa.
- Coloum
Adalah
bentukan yang terjadi karena pertemuan antara stalakmit yang tumbuh ke atas dan
pertumbuhan stalaktit yang tumbuh ke lantai goa.
- Flowstone
Jika aie
mengalir pada dinding goa akan terbentuk lembaran-lembaran kalsit yang secara
keseluruhan berbentuk seperti aliran air sehingga disebut flowstone.
- Rimstone dams
Terdapat di
lantai goa, merupakan bentukan seperti dinding yang mengurang air atau “damn
streams”
- Cave pearl / mutiara gua
Adalah yang
paling jarang, karena lepas tidak terikat pada lantai dan dinding gua.
- Pisolites
Mutiara gua
yang berbentuk di lautan dengan diameter lebih dari 2mm.
- Oolites
Seperti
pisolites tetapi diameternya kurang dari 2 mm
1. Deposit yang terbentuk oleh
“seeping water”
Mungkin
objek menarik ditemukan di gua adalah yang dibentuk oleh seeping water.
Speleothem ini berbentuk aneh, sebagian darinya sangat indah dan lembut
menonjol pada dinding gua sedemikian rupa sehingga seakan-akan mereka
melawam grafitasi.
- Heliotites
Deposit
dengan struktur kecil yang terpuntuir, biasanya mengandung kalsit. Panjang
beberapa cm atau lebih dan berdiameter ± 5 mm. Karena heliotites menonjol dari
atap, dinding goad an lantai goa dengan sudut yang berbeda-beda, maka beberapa
peneliti menyebutkan sebagai “eccentric stalaktes”.
2. Deposit yang dibentuk oleh genangan
air
- Cave Rart
Suatu
lapisan tipis seperti film dengan tebal kurang dari 0,1 mm, mengapung didukung
oleh tekanan permukaan kolam. Biasanya dari kalsit.
- Cave bubble
Tidak
pernah berdiameter lebih dari 5 mm, mempunyai dinding yang sangat tipis,
dibentuk pada permukaan air dengan mengkristalkan kalsit di sekitar
“bubble” (gelombang air)